Korelasi Antara Penulis dan Penerbit


Korelasi Antara Penulis dan Penerbit


Berawal, dari status Facebook saya pada 11 Desember lalu yang cukup menyita perhatian para penulis senior, pun sampai ditanggapi oleh Mas Dwi Suwiknyo, penulis buku best seller Ubah Lelah Jadi Lillah. Izinkan saya untuk membuat tulisan versi agak panjang dalam blog ini. Semoga bisa menambah wawasan bagi para penulis. 

Berikut cuplikan status Facebook saya yang mencuri perhatian penulis senior: 

“Banyak yang mengidolakan penerbit mayor. Namun, tak banyak yang tahu ketika naskah acc, buku dicetak sebanyak 1.500-2.000 exp untuk seluruh indonesia. Dengan catatan, dalam 6 bulan pertama harus habis terjual. Nyatanya? Laku 500 exp dalam 6 bulan saja sudah  syukur alhamdulillah. Sebab, fakta dilapangan buku anjlok dipasaran. Alhasil, jika dalam 6 bulan pertama tak memenuhi target, buku akan diretur ke penerbit lalu masuk gudang dan dijual obralan. Alhasil, penulis gigit jari. Saya tak tahu apakah ketika buku sudah diobral penulis masih dapat royalti atau tidak.
Maka, alangkah baiknya penulis punya market sendiri. Pun, penulis harus jor-joran promosi biar bukunya laris.
Setuju?
Dari penulis pemula yang merangkap jadi Blogger.” 

Alasan Ingin Tembus Penerbit Mayor 


Banyak penulis pemula yang ingin karyanya menembus penerbit mayor. Namun, untuk bisa menembus penerbit mayor tidaklah mudah. Tidak seperti membalikkan telapak tangan. Butuh proses yang amat panjang. Sebab, naskah harus melewati seleksi dulu sebelum bisa terbit. Proses seleksi naskah paling cepat ialah tiga bulan. Ini yang paling umum. Namun, ada yang sampai harus menunggu lima bulan, satu tahun, bahkan dua tahun baru bisa terbit. Seperti yang dialami guru menulis saya. Buku terbarunya Narasi Cinta harus menunggu hingga satu tahun baru bisa terbit. Lama sekali, bukan? So, tidak mudah jalan untuk menjadi penulis itu, kawan! Apalagi jika ingin naskah pertama terbit mayor. Sungguh tidak mudah. Banyak aral dan rintangan yang menghadang. Wajar rasanya jika banyak penulis pemula yang mengidamkan bahkan ngebet ingin tembus mayor. Sebab, ada beberapa alasan, di antaranya: 

Faktor Nama Besar Penerbit 


Tidak bisa dimungkiri, faktor nama besar penerbit menjadi salah satu alasan utama seorang penulis ingin karyanya bisa tembus penerbit mayor. Dengan nama besar yang dimiliki penerbit, diharapkan dapat membantu mengenalkan penulis ke masyarakat luas serta bisa membantu menaikan nama penulis (branding). Sebab, tak sedikit penulis yang bukunya terbit tapi (maaf) belum punya nama alias branding. 

Membangun Branding 


Ya, seperti yang sudah disinggung, penerbit mayor mampu membantu membangun branding seorang penulis. Seperti yang dituturkan Bu Achi TM dalam kolom komentar status Facebook saya bahwa tujuan menembus penerbit mayor itu ada dua. Pertama, penerbit mayor yang bisa menaikkan branding. Dalam hal ini berguna untuk menawarkan jasa ghost writer kepada klien, karena penerbit punya branding yang bagus. Menulis buku untuk klien menurut Bu Achi TM honornya bisa 2-3 kali dari royalti secara keseluruhan. Kedua, penerbit mayor yang punya marketing di luar toko buku. Jadi, ada dan tidak adanya buku di toko buku, buku tak akan diobral. 

Ajang Eksistensi Diri dan Tolok Ukur Karya. 

Korelasi Antara Penulis dan Penerbit


Masih dalam kolom komentar status saya Bu Achi TM menuturkan bahwa menerbitkan di penerbit mayor itu penting bagi eksistensi dan meningkatkan kualitas penulis. Penulis yang hanya berkubang menerbitkan buku sendiri tanpa berani bersaing dengan karya lain, sama artinya tidak berani memperbaiki kualitas menulisnya. Saya sepakat dengan Bu Achi TM, sebab ketika kita mengirimkan naskah ke penerbit mayor, naskah itu harus melewati seleksi dulu. Pun, saat naskah di acc, tidak serta-merta bisa langsung terbit. Tidak! Melainkan naskah akan masuk meja editor untuk diedit lagi. Nah, pada tahap inilah tak jarang seorang penulis harus melalukan revisi hingga berulang kali sebelum akhirnya bisa terbit. 

Memiliki Jaringan Distribusi yang Luas 


Ya, selain faktor nama besar penerbit dan bisa memangun personal branding, alasan lain ialah penerbit mayor memiliki jaringan distribusi yang luas. Bayangkan saja, saat buku berhasil terbit, buku akan langsung didistribusikan ke toko-toko buku seluruh Indonesia. Asyik, bukan? Apalagi penulis tak mengeluarkan budget sepeserpun dalam proses pendistribusian bukunya. Dengan memiliki jaringan distribusi yang luas, tentu hal ini memudahkan sekaligus membantu penulis dalam mempromosikan bukunya. 

Korelasi Antara Penulis dan Penerbit 


Selain itu, antara penulis dan penerbit memiliki korelasi yang kuat. Hubungan timbal balik. Keduanya tak bisa dipisahkan lalu apa saja korelasi itu? 

Tempat Penulis Menerbitkan Karya 


Ya, berkat penerbit seorang penulis bisa memiliki karya. Dalam hal ini buku. Jadi, keduanya tak dapat dipisahkan. Memang benar, penulis bisa menerbitkan sendiri karyanya. Tapi itu tetap butuh bantuan penerbit meskipun penerbit indie atau mencetak langsung di percetakan. Dengan menerbitkan karya di penerbit mayor, semua masalah itu ditangani oleh penerbit. Jadi, penulis tak perlu repot apalagi pusing soal biaya. Sebab, semua itu ditanggung oleh penerbit. 

Penulis Ikut Andil Mempromosikan Bukunya 


Ya, seorang penulis wajib ikut andil mempromosikan bukunya. Kenapa? Sebab sebagai seorang penulis, ia pun bertanggungjawab terhadap kesuksesan karyanya. Apalagi di era semakin canggih seperti saat ini tentu kegiatan promosi buku semakin mudah. Pun, terkait promosi jor-joran. Begini maksud saya, bagi yang awam (pemula) seperti saya di dunia menulis dan perbukuan, banyak pemula yang mungkin 'berpikir' bahwa naskah setelah acc dan terbit mayor bisa duduk manis tinggal menunggu royalti tanpa promosi.

Tentu, pemilkiran seperti itu tidaklah tepat. Sebab, penulis juga tak bisa lepas tangan begitu saja menyerahkan semuanya kepada penerbit dan tim marketing mereka terkait pemasaran bukunya. Sebab, penerbit tidaklah sekadar menerbitkan satu-dua judul saja, melainkan ada ratusan bahkan ribuan judul buku yang terbit. Jika penulis enggan ikut promosi dan hanya mengandalkan penerbit, tentu hasilnya kurang maksimal. 

Saya pernah membaca ebook karya Ahmad Rifa'i Rifan, beliau pernah bercerita kalau harus memasarkan bukunya dari sekolah ke sekolah, kampus ke kampus. Di era canggih seperti saat ini tentu memudahkan sekali bagi penulis untuk ikut mempromosikan karyanya. Tentu tanpa mengurangi kualitas dari karya itu sendiri. Menurut saya sebagai penulis terkhususnya pemula sudah selayaknya ikut membantu penerbit mempromosikan karyanya. Toh, penulis tidak dirugikan malah diuntungkan. Karyanya akan semakin dikenal dan tak menutup kemungkinan berimbas pada peningkatan penjualan. 

Mampu Menciptakan Market Sendiri 


Terkait penulis harus punya market sendiri dalam status Facebook saya, begini maksud saya penulis harus punya market sendiri bukan berarti penulis itu berlepas diri dari penerbit. Sama sekali bukan. Banyak yang menganggap saya terkesan merendahkan penerbit mayor. Mohon maaf bukan itu maksud saya. Sebab, penulis dan penerbit memang saling membutuhkan. Fakta yang tak bisa disanggah. Melainkan maksud saya penulis harus punya market sendiri ialah seorang penulis harus mampu menciptakan pasarnya sendiri. Dalam arti, jika yang sedang tren di pasaran tema yang laris adalah cinta. Nah, seorang penulis harus mampu menggebrak dengan genre baru. Misalnya genre komedi. Tidak melulu ikut-ikutan yang sedang hits, populer, maupun booming. 

Dengan begitu maka akan ada market baru. Sehingga terbuka pasar baru dan menjadi peluang bagi penulis untuk memperkenalkan karyanya. Di sini, penulis masih terikat oleh penerbit. Jadi tidak benar jika saya merendahkan penerbit mayor. Pun saya tak menyanggah dan menafikan bahwa penerbit mayor menjadi jalan eksistensi diri dan branding. Saya setuju dengan para penulis senior yang mengutarakan hal ini. Pun, saya sepakat bahwa penerbit mayor adalah tolok ukur untuk mengukur kualitas karya. 

Apakah cukup penulis sekadar menulis saja? 

Menurut saya tidak. Sebab, ada hal-hal yang memang perlu dikuasai oleh penulis selain menulis. Insya Allah hal ini nanti dibahas di postingan selanjutnya ya.
Toni Al-Munawwar
Toni Al-Munawwar Toni Al-Munawwar adalah seorang blogger dan penulis buku. Ia mulai menekuni dunia menulis dari blog pribadinya. Beberapa tulisannya pernah dimuat media cetak dan elektronik.

8 komentar untuk "Korelasi Antara Penulis dan Penerbit"

Comment Author Avatar
wah ini ulasan menarik sekali
kebetulan saya juga baru saja menerbitkan sebuah buku di penerbit minor dan sedang proses revisi naskah di penerbit mayor

kalau boleh memilih, saya lebih senang menerbitkan di penerbit minor saja karena lebih ada keleluasaan dalam berkarya. saya sudah merasakan perbedaanya ketika di penerbit minor saya masih bisa mempertahankan bagian tulisan saya. sedangkan, di penerbit mayor hal itu tidak bisa leluasa saya lakukan karena juga mengikuti selera pasar.

saya sepakat penulisa harus all out dalam mempromosikan karyanya. bahkan, di perjanjian kerja sama antara penulis dan penerbit mayor juga ada kewajiban bagi penulis untuk juga mempromosikan bukunya. artinya, saat ini memang penerbit mayor pun tidak menjamin buku yang dijual bisa langsung laku keras.

keunggulan penerbit minor lainnya adalah tidak membuang kertas sia-sia karena jumlah cetakan biasanya disesuaikan dengan kebutuhan pemesanan. penerbit minor juga sudah banyak yang menjual bukunya dalam bentuk e-book.

meski demikian, dengan diterbitikan oleh penrbit mayor, rasa bangga sebagai seorang penulis buku masih tetaplah tersemat jika dibandingkan pada penerbit minor
Comment Author Avatar
Betul sekali Mas, setiap penerbit memiliki kekurangan dan kelebihan masing-masing. Memang, penerbit mayor memiliki tempat tersendiri di hati para penulis. :)
Comment Author Avatar
Terimakasih untuk pencerahannya, Mas.
Salam kenal, saya yang di grup Facebook.🙏
Comment Author Avatar
Walaupun belum pernah menerbitkan buku, saya lumayan tau sedikit tentang penerbitan. Dan bener, penulis harus berperan juga memasarkan bukunya
Comment Author Avatar
Waktu temenku baru menerbitkan buku karyanya, aku ngeliat sendiri dia juga gencar mempromosikan bukunya. Dari semua medsos yg dia punya. Ya menurutku memang harus begitu. Toh kalo dipromosikan oleh penulisnya sendiri, berasa lebih dapet poin2 menarik dari buku itu :).

Aku sendiri sbnrnya baru sekali ngerasain tulisanku diterbitkan dalam buku antologi. Tapi jujur aja ga ngerti waktu itu seeprti apa. Lah tulisanku yg menang utk masuk ke buku, hanya diminta utk TTD kontraknya, dibayarin honor putus, ya sudah selesai :p. Buku terbit deh hahahaha.
Comment Author Avatar
Memang sebaiknya penulis ikut mempromosikan karyanya terlebih promosi melalui media sosial pribadi. Bahkan, penulis best seller pun masih mau promosi di akun media sosialnya. Dengan mempromosikan karya kita di media sosial, setidaknya secara tidak langsung kita memperkenalkan karya itu ke publik. Pun, tidak menutup kemungkinan dari sana akan ada pembaca yang loyal (setia) akan karya-karya kita nantinya Mbak.

Aturan Berkomentar : Harap dibaca dan perhatikan setiap aturan dengan saksama!

1.Berkomentar sesuai topik.
2. Dilarang Spam.
3. Dilarang meninggalkan link Blog/Web
4. Jangan basa-basi seperti mantab Gan, nice info, maupun sejenisnya.
5. Usahakan berkomentar yang relevan dengan topik yang di bahas.
6. Komentar yang menyisipkan link web atau blog, termasuk kategori spam dan tidak akan di approved!