Cerpen : Pohon Kasih Sayang


pohon kasih sayang
Larisa-K on Pixabay
Tina anak yang rajin. Ia selalu bangun pagi, lalu membereskan tempat tidurnya sendiri. Tak lupa juga, ia selalu membantu ibu di dapur jika luang. Gadis kelas lima SD ini, sudah pandai hidup mandiri sejak kecil. Berbeda dengan Tini, adiknya yang masih duduk di kelas empat SD. Tini selalu bangun siang. Dia anak yang pemalas juga manja.

“Tini, ayo bangun!” perintah Tina.

“Ah.. malas Kak, ah. Lagi pula ini kan hari minggu,” jawab Tini ketus, seraya menarik selimut kembali.

“Justru ini hari minggu, makanya kamu harus bangun pagi. Ayo kita bantu ibu di dapur!” ajak Tina.

“Kakak saja deh sana! Tini masih ngantuk,” sahut Tini sambil menutupi kepala dengan bantal.

Tina meninggalkan Tini yang masih meringkuk di kasur. Ia bergegas menuju dapur, untuk membantu ibu.
***
Tina sudah berada di meja makan. Menyantap sarapannya. Sedangkan Tini, masih di kamarnya. Gadis itu sibuk memakai seragam sekolah. Seperti biasa, ia selalu susah jika dibangunkan pagi-pagi. Alhasil, gadis itu kesiangan lagi. Ibunya sudah berulang kali membangunkannya. Namun Tini tak kunjung bangun.

Tina sudah bersiap akan berangkat. Dengan tergesa Tini sedikit berlari, sebelum itu ia sempat menyeruput teh buatan ibunya. Tak sempat gadis itu menyentuh sarapannya. Bisa-bisa dia terlambat. Kakaknya yang sudah menunggu di depan pintu memanggil dirinya agar bisa lebih cepat sedikit. Karena waktu semakin siang, bisa-bisa tak dapat angkot menuju sekolah.

“Tini..” teriak kakaknya dari ambang pintu.

Tanpa menyahut, gadis itu mengerti maksud teriakan itu. Sontak ia berlari menghampiri kakaknya. Mereka berdua lalu berpamitan kepada ibu sebelum berangkat. Ibu berpesan, agar Tina dapat menjaga adiknya dengan baik selama menuju sekolah. Tina mengangguk. Sejurus kemudian, mereka menghilang di persimpangan jalan.

“Yah, angkotnya sudah pergi. Kamu sih, kelamaan,” ucap Tina kesal pada adiknya.

“Kok, jadi menyalahkan aku sih, Kak? Kakak saja yang jalannya kayak siput. Jadi, ketinggalan angkot deh,” balas Tini ketus.

Sepanjang perjalanan, mereka berdua saling menyalahkan. Juga saling melempar wajah. Dengan terpaksa, mereka harus berjalan kaki menuju sekolah. Jarak sekolah dengan rumah mereka cukup jauh. Sekitar 30 Km.

Tini dan Tina hanya terdiam sepanjang jalan. Mereka masih saling menyalahkan. Matahari pagi semakin meninggi. Cahayanya menerpa wajah. Celaka! Kita terlambat! Gumam Tina sesaat setelah melihat jam di tangannya. Lima menit lagi bel masuk sekolah. Mereka berdua baru separuh perjalanan.

Ini gara-gara kamu tahu?!

Kok aku?

Iya, coba tadi kamu tidak kesiangan. Kita nggak bakal terlambat kayak gini!

Tini hanya terdiam. Ia membenarkan apa yang dikatakan oleh kakaknya itu. Tiba-tiba ia behenti. Terkejut dengan sesuatu yang berada dihadapannya. Tina juga ikut terkejut. Itu seperti sebuah lubang. Tapi lubang itu diselimuti kabut tipis. Mereka saling pandang. Heran.

Tina mencoba memberanikan diri mendekati lubang berkabut itu. Adiknya mengekor di belakang. Dengan raut sedikit takut. Tiba-tiba tubuh mereka seperti ditarik sesuatu. Mereka berdua terseret masuk ke dalamnya. Entahlah, mereka dibawa kemana. Tapi, sepertinya ke suatu negeri. Negeri yang belum pernah dilhat olah kakak beradik itu.
***

Tina terlempar dan terjatuh di hamparan rumput. Tubuhnya berdebam. Tini meringis kesakitan. Meskipun masih marah dengan adiknya, tapi Tina tak tega melihat sang adik terluka. Dihampirinya Tini, ditenangkannya adiknya itu. Luka di kaki Tini, diperban dengan sapu tangan milik Tina. Dia begitu sayang pada adiknya. Meskipun kadang jengkel juga.

Sesaat kemudian mereka terdiam. Menyaksikan pemandangan yang tersaji di depan mereka. Sebuah pandang rumput yang luas dan tampak memesona. Tina dan Tini menelan ludah. Takjub. Baru kali ini mereka melihat pemandangan seindah ini. Semenit kemudian mereka berdua terpaku dengan keindahan yang menakjubkan itu.

Tina dan tini tidak menyadari kalau mereka telah terdampar ke negeri yang jauh. Dua gadis itu masih menikmati keindahan yang tersaji. Sebuah lukisan alam yang sungguh menakjubkan. Tanpa mereka sadari, ada sepasang mata yang sejak tadi mengintai.

Mata itu tajam. Menatap kedua gadis yang sedang duduk terpana. Burung-burung yang berkicau semakin menambah keindahan di padang rumput itu. Tina mencoba bangkit. Pandangannya mengamati sekitar. Disusul Tina, sejurus kemudian.

Banyak pohon yang tinggi menjulang di sekitar mereka. Satu dua pohon, tampak sedang tidak terlalu tinggi. Mereka tidak tahu pohon apa itu. Karena baru pertama kali melihatnya.

Tiba-tiba terdengar suara jeritan dari belakang. Itu suara Tini! Tina berseru panik. Menoleh ke arah adiknya. Di ujung sana, Tini sedang ketakutan menghadapi seekor srigala buas yang mengerikan. Siap memasangnya hidup-hidup.

“Lari!” Tina berseru dari kejauhan.

Tini masih terpojok di sudut sebuah pohon. Kakinya lemas tak berdaya. Tak cukup kuat untuk berlari. Di ujung sana, sang kakak panik dan bingung. Bagaimana cara menyelamatkan adiknya. Srigala itu semakin dekat. Bulir air jatuh dari pelupuk mata gadis kelas 4 SD itu.

Tina berlari secepat kilat. Dia membuka tasnya, mengambil beberapa buku. Buku itu dia lempar ke arah srigala. Srigala dengan mata nyalang itu, menoleh. Berbalik arah menyerang Tina. Tina berlari sekuat tenaga untuk menghindari terkaman srigala itu.

Sambil berlari, gadis kelas lima itu berseru. Meminta adiknya untuk berlari menjauh. Tapi, Tini tidak bisa membiarkan kakaknya sendirian di terkam srigala. Dia memang sudah selamat, tapi kakaknya? Kakaknya justru kini yang berada dalam bahaya. Dia harus menyelamatkannya.

Sejurus kemudian, Tini menyusul kakaknya. Kini, mereka berdua dalam bahaya. Di bawah sebuah pohon besar, mereka meringkuk ketakutan. Srigala itu mengaum. Siap menerkam. Mereka berdua memejamkan mata. Sesaat kemudian, ada sebuah suara yang menghentikan langkah srigala itu untuk menerkam kedua gadis itu. Entah mengapa srigala itu pergi setelah mendengar suara itu. Suara itu berasal dari pohon tempat mereka bersandar. Ya, pohon itu menyelamatkan mereka. Pohon itu berpesan agar mereka saling menyayangi. Karena itu yang bisa menolong mereka dari bahaya apapun. Sesaat sebelum mereka pulang, pohon itu bernama Pohon Kasih Sayang.
Toni Al-Munawwar
Toni Al-Munawwar Toni Al-Munawwar adalah seorang blogger dan penulis buku. Ia mulai menekuni dunia menulis dari blog pribadinya. Beberapa tulisannya pernah dimuat media cetak dan elektronik.

Posting Komentar untuk "Cerpen : Pohon Kasih Sayang"