Robin Hood Indonesia dan 3 Srikandinya

Robin Hood Indonesia dan 3 Srikandinya merupakan resensi atas novel 3 Srikandi karya Silvarani terbitan Gramedia Pustaka Utama di muat oleh Kabar Madura.
Gambar: Kabar Madura

Kabar Madura 24 Oktober 2016




Judul : 3 Srikandi

Penulis : Silvarani

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit : Agustus, 2016

Tebal : 280 hal

Isbn : 978-602-03-2692-4


Siapa yang tak kenal dengan Donald Pandiangan, seorang atlet panahan di era 80-an. Donald, banyak memenangi kejuraan baik di tingkat nasional maupun internasional. Sehingga dia dijuluki “Robin Hood Indonesia”. Tak aneh jika banyak media baik elektronik maupun cetak yang memberitakan tentang dirinya. Koran-koran di seluruh Indonesia laris manis terjual saat itu.

Berita utama berjudul “Donald Pandiangan Menjadi Juara Asia dan Tumbangkan Rekor Dunia” menghiasi halaman depan. Senyum kebanggaan tersungging di bibir para pembaca. Rasa bangga terhadap bangsa dan tanah air bergelora di hati. Jika kejuaraan India mampu ditaklukan sang Robin Hood, tentu wajar jika masyarakat Indonesia berharap meraih mendali di ajang kejuaraan olahraga tingkat dunia, Olimpiade 1980 di Moskow, Uni Soviet, melalui cabang olahraga panahan. (hal 10)

Donal Pandiangan tak sabar ingin membuktikan bahwa ia dapat mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Di bidang olahraga, khususnya panahan, Indonesia harus berjaya. Namun harapan itu mendadak pupus, ketika media lebih banyak memberitakan isu mengenai aksi pemerintah Uni Soviet yang menginvansi Afganistan.

Harapan bisa memberangkatkan kontingen Indonesia ke Moskow pun terancam batal. Amerika Serikat dan banyak negara lain telah menolak ikut Olimpiade Moskow sebagai bentuk protes atas invansi yang dilakukan Uni Soviet terhadap Afganistan. Pemerintah Indonesia pun melakukan hal yang sama dengan membatalkan kontingen Indonesia berangkat ke Moskow sebagai bentuk protes dan aksi solidaritas.

Hal itu membuat sang Robin Hood sangat sedih dan kecewa karena batal ke Moskow. Sejak saat itu, sang legenda berhenti membidik dan lenyap membawa luka di hatinya. Tak ada yang mampu mengobatinya karena tak ada yang tahu di mana keberadaannya. Sejak saat itu, sang Robin Hood hilang bagai ditelan bumi. (hal 13)

Tujuh tahun berlalu, nama Nurfitriyana Saiman atau yang lebih akrab disapa Yana, buming di tanah air. Nama itu mencuat ketika gadis asal Jakarta itu berhasil menjuarai Sea Games XV di Jakarta. Kegembiraan memenuhi lapangan panahan Senayan. Tepuk tangan dan sorakan untuk Yana tak ada habis-habisnya. Ditengah lapangan, Yana melompat-lompat merayakan kemenangan. (hal 17)

Sementara itu, sang Robin Hood akhirnya menampakkan diri setelah dibujuk oleh Pak Udi. Awalnya, Donald menolak karena rasa sakit hatinya belum hilang seperti saat delapan tahun silam. Namun, disisi lain hati sang Robin tidak dapat berbohong bahwa dia masih menyimpan rindu bermain di lapangan. Seperti saat dia masih menjadi atlet. Namun Donald kembali bukan menjadi atlet melainkan pelatih seperti yang diinginkan Pak Udi, ketua perpani.

Donald Pandiangan-sang Robin Hood Indonesia pun melatih tim panahan putri. Tiga gadis yang terpilih dilatih Donald adalah Nurfitriyana Saiman alias Yana, Kusuma Wardhani alias Kusuma, dan Lilis Handayani alias Lilis. Mereka bertiga kemudian dikenal sebagai “3 Srikandi”.

3 Srikandi inilah satu-satunya harapan Indonesia untuk bisa merebut mendali di olimpiade. Ketiga gadis itu berlatih dari pagi hingga malam dibawah naungan sang Robin Hood yang terkenal galak, tegas, serta disiplin. Mereka digembleng agar bisa menghadapi Olimpiade Seoul di Korea Selatan.

Sang Robin Hood tidak main-main dia ingin anak didiknya bisa mengarumkan nama bangsa menggantikan dirinya. Jadilah Yana, Kusuma, dan Lilis berlatih sebelum matahari terbit dan selesai menjelang matahari tenggelam. Memang latihan itu keras, tetapi mengingat lawan-lawan yang akan mereka hadapi adalah lawan yang sulit, maka 3 Srikandi itu pun harus berlatih ekstra keras agar harapan seluruh rakyat Indonesia yang mendukung bisa terwujud.

Akhirnya saat-saat yang dinanti pun tiba. Ketiga srikandi berangkat menuju Seoul, Korea selatan. Doa dan harapan mengiringi langkah mereka. Namun, harapan Indonesia untuk bisa merebut mendali pun pupus. Setelah 3 Srikandi gagal di kategori tunggal. Hanya menyisakan kategori beregu. Itulah harapan Indonesia satu-satunya.

Donald Pandiangan, tampak panik dan tegang menyaksikan anak didiknya bertanding. Begitu juga dengn masyarakat Indonesia yang harap-harap cemas akan wakil kebanggaannya itu. Raut murung dan sedih terpampang pada wajah ketiga gadis yang bertanding itu setelah layar menunjukkan Korea Selatan menduduki nilai tertinggi. 3 Srikandi berjalan lemas menuju tepi lapangan. Tetapi, tiba-tiba official panitia memanggil kembali mereka bertiga untuk masuk ke lapangan. Ternyata skor mereka seri dengan tim dari Amerika.

Sontak, kesempatan itu tidak disia-siakan olah 3 Srikandi. Harapan pun kembali muncul. Meskipun tidak bisa merebut mendali emas, setidaknya mereka masih punya peluang untuk membawa pulang mendali perunggu. Yana, Kusuma, dan Lilis pun berusaha sekuat tenaga demi bisa mengharumkan nama Indonesia di kancah Internasional. Mereka pun akhirnya menang, ketika satu anak panah dari tim Amerika meleset dan menjauhi sasaran.
Toni Al-Munawwar
Toni Al-Munawwar Toni Al-Munawwar adalah seorang blogger dan penulis buku. Ia mulai menekuni dunia menulis dari blog pribadinya. Beberapa tulisannya pernah dimuat media cetak dan elektronik.

Posting Komentar untuk "Robin Hood Indonesia dan 3 Srikandinya"